Rabu, 04 November 2015

KONSTIPASI ANAK

Definisi 
Konstipasi adalah kesulitan atau kelambatan pasase feses yang menyangkut konsistensi tinja dan frekuensi defekasi. Umumnya frekuensi kurang dari 3 kali peminggu dan konsistensi lebih keras dari 
biasanya, serta tinja berbentuk bulat, seperti pelet atau kotoran kambing. Keluhan berlangsung selama dua minggu atau lebih dan dapat menyebabkan stres pada pasien. 

Etiologi 
  • Fungsional (>90% kasus): retensi tinja, depresi, latihan defekasi yang salah, fobia toilet, enggan BAB di sekolah; 
  • Nyeri saat defekasi: fisura ani, benda asing, pelecehan seksual, pemakaian pencahar berlebihan, proktitis, prolaps rekti; 
  • Obstruksi mekanis: penyakit Hirschsprung, massa di pelvis, obstruksi usus bagian atas, stenosis rektum, atresia ani, ileus mekonium; 
  • Motilitas dan sensasi menurun: obat-obatan (antikolinergik, opiat), infeksi virus, penyakit neuromuskular (hipotoni, penyakit Werdnig-Hoffman, cerebral palsy), kelainan endokrin (hipotoni, hiperparatiroid, hiperkalsemi), botulisme infantil, tumor medula spinalis; 
  • Kelainan tinja: diet, dehidrasi, malanutrisi. 


Manifestasi Klinis 
1. Anamnesis 
  • Awitan gejala, dapat membantu membedakan antara penyebab anatomis (gejala sejak lahir) dengan fungsional (gejala mulai saat usia toilet training); 
  • Ekplorasi keluhan gastrointestinal: gejala nyeri dan distensi abdomen, riwayat tinja keras atau besar, episode kecipirit di antara tinja besar; 
  • Keluhan penyerta lainnya: anoreksia, berat badan sulit naik, upaya menahan tinja, inkontinensia urin, serta gejala-gejala infeksi saluran kemih (SK); 
  • Pola hidup: pola diet yang berubah (kurang sayur dan buah), riwayat minum obat-obatan, masalah psikis anak; 
  • Singkirkan kemungkinan penyakit lain, seperti: 
    • Hirschsprung: gejala ada sejak lahir, keterlambatan pengeluaran mekonium >48 jam, distensi yang prominen, demam, mual, muntah, penurunan berat badan, diare berdarah akibat enterokolitis, gagal tumbuh.; 
    • Hipotiroidisme: kelemahan tubuh, hambatan perkembangan, kulit kering, makroglosia, dan hernia umbilikalis. 

2. Pemeriksaan Fisik 
Perlu dicari adanya distensi abdomen dengan bising usus normal atau berubah; massa abdomen pada palpasi region kiri, kanan bawah, dan suprapubis; fisura ani; spina bifida di punggung; pemeriksaan colok dubur (pada penyakit Hirschsprung feses akan menyemprot); serta pemeriksaan neurologi (tonus, kekuatan, serta refleks kremaster dan tendon). 

Diagnosis 
Diagnosis konstipasi ditegakkan bila terdapat minimal dua dari kondisi berikut: 
  • Frekuensi defekasi dua kali atau kurang dalam seminggu tanpa pemberian pencahar; 
  • Dua kali atau lebih episode soiling/enkopresis setiap minggu; 
  • Terdapat periode pengeluaran feses dalam jumlah besar tiap 7-30 hari; 
  • Teraba massa abdominal (skibala) atau massa rektal pada pemeriksaan fisis. 

Istilah soiling yang dimaksud ialah pengeluaran feses secara tidak sadar dalam jumlah sedikit hingga 
mengotori pakaian dalam, sementara enkopresis ialah pengeluaran feses secara tidak sadar dalam 
jumlah besar. 

Pemeriksan Penunjang 
Dapat berupa uji darah samar tinja, urinalisis (jika ada gejala ISK), Roentgen abdomen, enema barium, biopsi hisap rektum (pada kecurigaan penyakit Hirschsprung), hingga manometri. 

Tata Laksana 
  • Konstipasi Fungsional (>90% kasus) 
  • 1. Evakuasi tinja. Pengeluaran skibala dengan obat oral atau per rektal (lebih dianjurkan per oral karena lebih tidak invasif dan tidak traumatik). Program evakuasi tinja dilakukan 3 hari berturut-turut agar evakuasi sempurna:
    • Per oral, dapat diberikan: minyak mineral 15-30 mL/tahun usia (kecuali pada bayi), polietilen glikol 20 mL/KgBB/jam (maksimal 1000 mL/jam) per NGT selama 4 jam/hari; 
    • Per rektal, dapat diberikan: enema fosfat hipertonik (3 mL/KgBB 1-2 kali/hari, maksimal 6 kali pemberian), enema garam fisiologis (600-1000 mL), mineral oil 120 mL. Pada bayi, gunakan supositoria/enema gliserin 2-5 mL. 
  • 2. Terapi rumatan. Terapi rumatan berikut mungkin diperlukan selama beberapa bulan, hingga anak memiliki pola defekasi teratur: 
    • Intervensi diet (banyak minum, konsumsi karbohidrat dan serat); 
    • Modifikasi perilaku dan toilet training, serta aktivitas fisis teratur; 
    • Pemberian laksatif (tidak diberikan pada bayi): polietilen glikol, laktulosa 1-3 mL/KgBB/hari dalam 2-3 kali pemberian, atau sorbitol 1-3 mL/KgBB/hari dalam 2-3 kali pemberian, atau mineral oil 1-3 mL/KgBB/hari. 
  • 3. Tata Laksana lainnya
a. Edukasi orang tua. Jelaskan bahwa tata laksana konstipasi membutuhkan proses dan waktu; 
b. Konsultasi. Penyebab psikogenik perlu dikonsul ke bagian psikiatri. Penyebab fungsional perlu melibatkan bagian rehabilitasi medik. 

Referensi; 
  1. Pudjiadi AH, Hegar B, Hardyastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, penyunting. Pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta: Badan Penerbit IDAI•, 2011. 
  2. World Health Organization (WHO). Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: WHO: 2009' 
  3. Sastroasmoro S, penyunting. Panduan pelayanan medis partemen kesehatan anak RSCM. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo; 2007. 
  4. Kadim M. Konstipasi fungsional pada anak. Divisi hepatologi Departemen 11mu Kesehatan Anak FKUI/RSÜPIN Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta. 

0 komentar:

Posting Komentar