Senin, 19 Oktober 2015

OLAHRAGA SEBAGAI TERAPI HIPERTENSI

Exercise is medicine
          Di Indonesia terdapat beberapa masalah serius dalam bidang kesehatan yang harus dapat ditangani dengan solusi yang tepat dan efisien. Salah satu masalah tersebut yaitu masalah penyakit kronis degenerative dan penyakit tidak menular. Salah satu penyakit yang terdapat di dalamnya yaitu hipertensi. Menurut RISKESDAS, 2007 hipertensi ini memiliki prevalensi di tingkat nasional sebagai penyakit tidak menular sebesar 29,8% dan banyak terjadi di penduduk berusia > 18 tahun. Selain itu, hipertensi menjadi salah satu penyakit degenerative ke 3 yang dapat membunuh orang dengan cepat setelah penyakit jantung koroner dan stroke ( Allifian, I. 2013). Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2000 dalam Ismanto 2013, populasi dunia yang mengalami penyakit hipertensi yaitu 26,4%  dengan perbandingan laki-laki dan perempuan sebesar 26,6% dan 26,1%.
         Hipertensi masih sangat tinggi di tengah-tengah masyarakat karena pola hidup yang dijalani tidak sehat. Penyakit ini mempunyai beberapa faktor risiko yaitu yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Faktor risiko yang dapat diubah lebih kepada kehidupan sehari-hari dari pasien sendiri, antara lain merokok, aktifitas fisik dan olahraga yang kurang, penggunaan dan konsumsi garam yang berlebih, konsumsi alkohol dan kafein serta keadaan stress. Sedangkan faktor yang tidak dapat diubah seperti gen, jenis kelamin, usia dan ras. Kurangnya kesadaran akan pentingnya pemeriksaan kesehatan secara berkala juga mendorong kejadian hipertensi yang tidak terkontrol pada masyarakat. Pada banyak kasus, seorang penderita akan datang ke layanan kesehatan ketika sudah terdapat gejala yang jelas dan cukup kuat untuk mendorongnya datang ke layanan kesehatan akibat hipertensi tersebut. Dari hal tersebut, maka banyak ditemukan kasus hipertensi yang sudah kronis karena sudah sekian lama tidak diketahui dan diobati. Selain hal tersebut jika pasien sudah diketahui mengidap hipertensi dan sudah diberikan pengobatan namun masih banyak pula penderita yang tidak terkontrol akibat tidak rutinnya meminum obat dan mengontrol tekanan darahnya.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa diet nutrisi atau makanan sehari-hari dan diimbangi dengan olahraga yang tepat akan mencegah bahkan mengobati penyakit hipertensi. Namun, di Indonesia sendiri hal tersebut masih sangat awam di masyarakat sehingga informasi yang diperoleh juga sangat kurang. Diberbagai layanan kesehatan sekarang berlomba-lomba mensosialisasikan pentingnya menjaga diet nutrisi yang baik dan benar serta anjuran untuk seringnya berolahraga demi menciptakan tubuh yang sehat guna mencegah berbagai penyakit tidak menular dan khususnya penyakit hipertensi.
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.
Olahraga memiliki arti yang penting dalam memelihara kesehatan dan sebagai suatu upaya untuk menyembuhkan tubuh yang sakit. Olahraga dan aktifitas fisik adalah suatu cara untuk mencegah atau mengontrol hipertensi. Olahraga yang dimaksud harus sesuai dengan takaran peresepannya yaitu mencakup frekuensi, intensitas, waktu, dan jenis olahraganya. Dengan berolahraga akan meningkatkan HDL yang mampu menghancurkan plak-plak di endotel, melatih elastisitas pembuluh darah, metabolisme meningkat yang diikuti peningkatan pembakaran lemak sehingga menurunkan kadar atherosklerosis (ATH), dan membuka pembuluh darah yang tertutup sehingga aliran darah merata. Kita tidak membutuhkan banyak upaya untuk menjadi aktif secara fisik. Target aktivitas fisis yang disarankan minimal 30 menit/hari, dilakukan minimal 3 hari dalam seminggu. Contoh aktifitas sehari – hari yang dapat dilakukan adalah berjalan cepat, bersepeda, menyapu halaman, dan berkebun.
Definisi
Hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Vitahealth, 2006). Hipertensi juga disebut sebagai pembunuh gelap karena tanpa disertai dengan gejala-gejala sebagai tanda terjadinya hipertensi ini. Walaupun telah muncul gejala, biasanya gejala tersebut dianggap sebagai gejala yang tidak berbahaya sehingga pasien terlambat untuk melakukan penanganan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hipertensi
Dalam kejadian kasus hipertensi banyak hal yang perlu diperhatikan terutama dalam hal yang terkait dengan faktor penyebab dan faktor risiko. Berbagai faktor dapat mempengaruhi hipertensi antara lain umur, jenis kelamin, obesitas, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, pola makan, alkohol, stress, dan lain-lain (Depkes RI, 2006). Pertambahan umur menyebabkan elastisitas arteri berkurang, arteri tidak lagi lentur sehingga volume darah yang mengalir sedikit dan kurang lancar. Akibatnya, jantung memompa darah lebih kuat dan tekanan darah meningkat (Dewi, 2010). Hal tersebut terkait dengan kondisi penderita yang mencakup pola hidup berupa tingkat olahraga dan aktifitas fisik, serta pola makan/gizi. Olahraga yang dimaksud harus memiliki takaran yang sesuai dengan peresepannya yang mencakup frekuensi, intensitas, waktu dan jenis olahraganya. Jika hal ini dilaksanakan akan membantu menguatkan otot jantung, disamping bermanfaat untuk mengontrol tekanan darah dan frekuensi nadi. Apabila olahraga yang dilaksanakan tidak memenuhi takaran akan tidak atau kurang bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah dan frekuensi nadi sampai batas yang diinginkan.
Pola makan terutama untuk konsumsi garam yang cukup tinggi, kolesterol dan lemak juga akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit hipertensi. Pada orang-orang yang tidak menjaga asupan sehari-harinya akan berpengaruh pada peningkatan indeks massa tubuh (IMT), hal tersebut akan menjadikan seseorang memiliki berat badan yang berlebih yang justru akan meningkatkan faktor risiko terjadinya hipertensi. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan sehingga volume darah yang beredar melalui pembuluh darah meningkat dan memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Sebaiknya penderita dapat mencegah dan menurunkan hipertensi dengan diet rendah garam, rendah kolesterol dan lemak, diet rendah kalori serta diet tinggi serat.
Olahraga dan aktifitas fisik juga sangat penting untuk diperhatikan dalam kasus hipertensi  karena olahraga yang dilakukan secara rutin serta aktifitas fisik yang sering dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Olahraga teratur dapat menurunkan faktor risiko kejadian hipertensi dengan mempengaruhi faktor risiko lain seperti, menurunkan berat badan akibat obesitas, membakar lebih banyak lemak di dalam darah sehingga akan memperlancar aliran darah yang ada di arteri dan memperkuat otot-otot jantung.
Phillips dan Jonas mengklasifikasikan dan memberi rekomendasi management apakah pasien membutuhkan modifikasi lifestyle atau tidak berdasarkan tingkatan hipertensi :

Klasifikasi Tekanan Darah
TDS mmHg
TDD mmHg
Lifestyle Modification
Normal
< 120
Dan < 80
Dianjurkan
Prehipertensi
120 – 139
Atau 80 – 90
Ya
Hipertensi stage 1
140 – 159
Atau 90 – 99
Ya
Hipertensi stage 2
≥ 160
Atau ≥ 100
Ya
Dikutip dari Phillips, E.M., Jonas, S, 2009, ACSM’s Exercise is Medicine
Rekomendasi olahraga bagi penderita hipertensi
Olahraga merupakan suatu aktivitas yang dapat bermanfaat untuk meningkatkan dan mempertahankan daya tahan tubuh. Terdapat berbagai macam jenis olahraga yang dapat dilakukan, dari olahraga yang ringan, sedang hingga berat. Olahraga fisik memiliki 4 komponen dasar yaitu kekuatan otot, daya tahan otot, fleksibilitas dan daya tahan kardiorespi (Syatria, A. 2006). Olahraga kardio/jantung/aerobik akan bermanfaat pada ketahanan daya tahan jantung, paru, peredaran darah, otot-otot dan sendi-sendi. Oleh karena itu, olahraga aerobik dapat disarankan untuk penderita hipertensi karena olahraga aerobik dapat menurunkan tekanan sistolik dan tekanan diastolik pada pasien. Dalam Sharman, J.E., Stowasser, M., 2009 disebutkan bahwa studi olahraga aerobik menunjukkan hasil bahwa olahraga memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dalam menjaga perkembangan dari hipertensi pada pria. Olahraga aerobik juga menimbulkan efek seperti obat beta blocker yang dapat meredam dan menenangkan sistem saraf simpatikus dan melambatkan denyut jantung. Jenis olahraga yang efektif dalam menurunkan tekanan darah adalah olahraga dengan intensitas sedang (70-80%), dengan frekuensi latihannya 3-5 kali seminggu dalam rentang waktu 20-60 menit sekali latihan. Selain olahraga aerobik, olahraga kekuatan otot (resistance axercise) juga dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan darah. Olahraga ini dapat dikombinasikan dengan olahraga aerobik untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam pengobatan. Adapun rekomendasi olahraga menurut Sharman, J.E., Stowasser, M., 2009 untuk penderita hipertensi berdasarkan FITT (Frekuensi, Intensitas, Time (waktu), Tipe ) sebagai berikut :
Tipe Olahraga
Intensitas
Time (waktu)
Frekuensi
Aerobik (endurance)
Berjalan
Jogging
Sedang : 40-60% HHR atau 12-13 RPE
Atau
Berat : 60-84% HHR atau 14-16 RPE
30 menit

20 menit
5 hari/minggu

3 hari/minggu
Resistensi (peregangan) otot
Latihan beban secara progresif menggunakan otot-otot utama
Latihan anak tangga
8-12 kali repetisi
1 set
8-10 kali latihan
2 hari atau lebih/minggu dengan hari yang tidak berurutan
           
Olahraga diatas akan sangat berpengaruh dalam status tekanan darah pada penderita, karena dalam hal ini tekanan darah sangat memegang peranan penting dalam penentuan olahraga yang dilakukan oleh penderita. Selain itu juga terdapat peresepan untuk latihan kekuatan otot jantung atau latihan aerobik dan peresepan latihan resistensi bagi penderita hipertensi, yaitu :
Tabel Latihan Kardio Untuk Hipertensi
Frekuensi
3 – 7 hari per minggu
Intensitas
Intensitas sedang, 64 – 76 % HRmax
Skor 12-13 skala Borg Rating of Percieved Exertion (RPE) dengan rentang skor 6-20; dan skor 3-4 pada skala dengan rentang skor 1-10. RPE digunakan untuk memantau intensitas latihan karena respon hemodinamik terhadap latihan dapat berubah akibat obat anti-hipertensi.
Time (durasi)
30-60 menit secara terus-menerus per hari atau intermiten
Type (jenis)
Latihan aerobik

Table Latihan Resistensi Untuk Hipertensi
Frekuensi
2-3 hari per minggu
Intensitas
Intensitas sedang, 60-80% 1RM
15-20 repetisi
Time (durasi)
1-2 set tiap latihan
8-10 latihan
Type (jenis)
Latihan yang berbeda yang menargetkan pada kelompok otot utama. Hindari latihan isometric dan menahan nafas (valsava maneuver) selama latihan.

Selain olahraga yang di rekomendasikan untuk penderita hipertensi, ada pula olahraga dan aktifitas fisik yang tidak dianjurkan atau bahkan dilarang untuk penderita hipertensi. Adapun beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk menentukan boleh atau tidaknya seorang penderita hipertensi melakukan olahraga yang sudah direkomendasikan menurut Prasetyo, Y., sebagai berikut :
-          Penderita hipertensi dikontrol tanpa atau dengan obat terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah sistolik tidak melebihi 160 mmHg dan tekanan diastolic tidak melebihi 100 mmHg
-          Sebelum olahraga perlu mendapatkan informasi mengenai penyebab hipertensinya.
-          Sebelum penderita hipertensi latihan sebaikanya melakukan uji latih jantung terlebih dahulu dengan beban (treadmill/ergometer) agar dapat dinilai rekasi tekanan jantung dan aktifitas kelistrikan listiknya (EKG).
-          Saat melakukan uji latih sebaiknya obat yang sedang dikonsumsi tetap dikonsumsi.
-          Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan.
-          Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan seperti angkat beban karena dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah secara mendadak.
Efek-efek olahraga terhadap Hipertensi
Efek dari olahraga dapat memengaruhi tekanan darah pada seseorang terutama pada penderita hipertensi. Efek tersebut tidak secara langsung berpengaruh tetapi memengaruhi dengan cara intervensi ke tubuh serta kondisi pasien. Menurut Hagberg. J M., Park. J., Brown. M D., 2000, efek-efek olahraga terhadap hipertensi sebagai berikut : 
1.      Efek terhadap tekanan sistolik dan diastolic
Latihan aerobik yang sesuai rekomendasi untuk penderita hipertensi telah dibuktikan dalam menurunkan tekanan darah yang meningkat. Latihan aerobik dapat menurunkan tekanan sistolik pada pendertia hipertensi sebanyak 70% dari keseluruhan sampel sebesar 10.5 mmHg atau setara penurunan dari 154 mmHg menjadi 143 mmHg. Sedangkan untuk penurunan tekanan diastolik pada 78% dari jumlah sampel sebesar 8,6 mmHg atau setara dari 98 mmHg menjadi 89 mmHg.
2.      Efek pada jenis kelamin (Gender)
Jenis kelamin antara pria dan wanita memiliki perbedaan terutama dalam produksi hormon esterogen. Hormone esterogen lebih identik terdapat pada wanita, hal tersebut ternyata berpengaruh pada kondisi tekanan darah seseorang yang juga akan berubah ketika seseorang melakukan olahraga. Dalam penelitian disebutkan bahwa wanita dengan peningkatan tekanan darah ketika melakukan olahraga secara rutin dapat membantu menurunkan hipertensi yang diderita. Wanita dengan olahraga tekanan diastoliknya menurun yaitu sekitar 10,5 mmHg daripada pada pria yang hanya sekitar 7,8 mmHg (Hagberg. J M., Park. J., Brown. M D., 2000).
3.      Efek pada umur
Umur ternyata juga dapat membantu olahraga untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Dalam penelitian disebutkan bahwa pada interval umur 41-60 tahun lebih mudah terjadi penurunan tekanan darah dibanding pada umur yang lebih muda dengan rentang 21-40 tahun atau bahkan pada umur yang lebih tua.
4.      Efek pada intensitas latihan olahraga
Intensitas olahraga juga dapat memengaruhi penurunan tekanan darah, terbukti pada orang yang melakukan olahraga dengan intensitas rendah hingga sedang lebih efisien menurunkan tekanan darah dibandingkan dengan olahraga dengan intensitas tinggi. Olahraga intensitas rendah hingga sedang atau  ≤ 70% VO2max dapat menurunkan tekanan sistolik sekitar 50% dibandingkan dengan intensitas tinggi atau ≥ 70% VO2max.
5.      Efek pada panjangnya waktu olahraga
Panjangnya waktu olahraga juga akan berpengaruh dalam penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi, semakin sering seseorang penderita hipertensi melakukan olahraga maka akan semakin cepat dan mudah pula penurunan tekanan darah. Dalam penelitian disebutkan bahwa jumlah panjang waktu olahraga 20 minggu secara rutin dapat menurunkan tekanan sistolik sebesar 11.1 mmHg dan tekanan diastolic sebesar 9,1 mmHg dibandingkan dengan panjang waktu olahraga yang hanya dilakukan 1-10 minggu secara rutin yang hanya sebesar 9,8 mmHg pada tekanan sistolik dan 8,4 mmHg pada tekanan diastolic.
6.      Efek pada penurunan berat badan
Olahraga dapat membantu menurunkan berat badan pada seseorang terutama pada penderita hipertensi. Hal tersebut secara tidak langsung juga dapat menurunkan tekanan darah secra signifikan. Pengaturan diet untuk menurunkan berat badan yang dikombinasikan dengan olahraga secara teratur sesuai aturan dapat menurunkan tekanan sistolik sebesar 12,5 mmHg dan tekanan diastolik sebesar 7,9 mmHg.
Pembahasan
Hipertensi adalah keadaan dimana terjadinya tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Casey dkk dalam Aliffian, I. 2013). Hipertensi termasuk dalam penyakit kronis degenerative dan penyakit tidak menular (PTM). Menurut RISKESDAS, 2007 hipertensi memiliki prevalensi di tingkat nasional sebesar 29,8% dan banyak terjadi pada penduduk yang berusia > 18 tahun. Selain itu, hipertensi menjadi salah satu penyakit degenerative ke 3 yang dapat membunuh orang dengan cepat setelah penyakit jantung koroner dan stroke ( Allifian, I. 2013). Secara garis besar hipertensi mempunyai dua faktor, yakni faktor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Faktor risiko yang dapat diubah lebih cenderung pada pola kehidupan sehari-hari dari pasien sendiri, antara lain merokok, aktifitas fisik dan olahraga yang kurang, penggunaan dan konsumsi garam yang berlebih, konsumsi alkohol dan kafein serta keadaan stress. Sedangkan faktor yang tidak dapat diubah antara lain gen, jenis kelamin, usia dan ras.
Hipertensi atau yang sering disebut dengan istilah the silent killer merupakan  suatu gangguan pada pembuluh darah yang diam-diam tanpa gejala dapat muncul dan berakibat fatal bagi penderitanya.
Hipertensi merupakan penyakit yang disebabkan oleh banyak sekali faktor, terutama akibat gaya hidup dan modernisasi. Pasien yang sudah didiagnosis hipertensi, harus patuh menjalani terapi yang diberikan oleh dokter guna mencegah terjadinya morbiditas lebih lanjut yang sangat mungkin terjadi seperti penyakit jantung, stroke dan lain-lain yang bahkan bisa sampai menyebabkan kematian.
Saat ini dokter yang memberi terapi pada pasien dengan hipertensi hanya menekankan pada terapi obat atau medikamentosa dan diet saja, jarang menyertakan exercise sebagai terapi tambahan. Atau jika ada biasanya hanya sebatas edukasi melakukan aktivitas fisik secara teratur tanpa menjelaskan atau meresepkan olahraga yang tepat bagi penderita hipertensi. Padahal sudah banyak sekali referensi yang mengungkap tentang peran olahraga sebagai obat hipertensi jika dilakukan dengan dosis yang tepat.
Terdapat berbagai golongan obat untuk terapi hipertensi, diantaranya diuretik, beta bloker, Ca-chanel bloker, dan lain-lain. Sedangkan untuk diet, perlu penanganan khusus agar tekanan darah dapat terkendali. Pengaturan  menu  bagi  penderita yang didagnosis hipertensi  dapat  dilakukan  dengan  empat   cara;
1.      Diet rendah garam, yang terdiri dari :
- Diet  ringan  (konsumsi  garam  3,75-7,5  gram per hari),
- Menengah (1,25-3,75 gram per hari) dan
- Berat (kurang  dari  1,25  gram  per  hari). 
2.      Diet rendah kolesterol dan lemak terbatas.
3.      Diet tinggi  serat 
4.      Diet rendah energi (bagi yang kegemukan). (DEPKES, 2008)
Kedua kombinasi terapi diatas dapat menjadi terapi yang baik untuk kondisi tekanan darah tinggi dan akan menjadi sempurna dengan tambahan resep olahraga. Resep olahraga yang direkomendasikan menurut Sharman, J.E., Stowasser, M., 2009 untuk penderita hipertensi berdasarkan FITT (Frekuensi, Intensitas, Time (waktu), Tipe ) adalah sebagai berikut:
Tipe Olahraga
Intensitas
Time (waktu)
Frekuensi
Aerobik (endurance)
Berjalan
Jogging
Sedang : 40-60% HRR atau 12-13 RPE
Atau
Berat : 60-84% HRR atau 14-16 RPE
30 menit

20 menit
5 hari/minggu

3 hari/minggu
Resistensi (peregangan) otot
Laihan beban secara progresif menggunakan otot-otot utama
Latihan anak tangga
8-12 kali repetisi
1 set
8-10 kali latihan
2 hari atau lebih/minggu dengan hari yang tidak berurutan

Tabel Latihan Kardio Untuk Hipertensi
Frekuensi
3 – 7 hari per minggu
Intensitas
Intensitas sedang, 64 – 76 % HRmax
Skor 12-13 skala Borg Rating of Percieved Exertion (RPE) dengan rentang skor 6-20; dan skor 3-4 pada skala dengan rentang skor 1-10. RPE digunakan untuk memantau intensitas latihan karena respon hemodinamik terhadap latihan dapat berubah akibat obat anti-hipertensi.
Time (durasi)
30-60 menit secara terus-menerus per hari atau intermiten
Type (jenis)
Latihan aerobik

Table Latihan Resistensi Untuk Hipertensi
Frekuensi
2-3 hari per minggu
Intensitas
Intensitas sedang, 60-80% 1RM
15-20 repetisi
Time (durasi)
1-2 set tiap latihan
8-10 latihan
Type (jenis)
Latihan yang berbeda yang menargetkan pada kelompok otot utama. Hindari latihan isometric dan menahan nafas (valsava maneuver) selama latihan.

Bryant  Stamford, Ph.D. dalam penelitiannya mengatakan bahwa olahraga endurance, dapat menurunkan tekanan sistolik maupun diastolic pada orang yang menderita tekanan darah tinggi tingkat ringan. Olahraga aerobik memiliki efek layaknya beta blocker yang bekerja menenangkan system saraf dan melambatkan denyut jantung. Selain itu, olahraga juga dapat menurunkan jumlah produksi noradrenalin dan hormon – hormon lain yang menjadi penyebab stres, yaitu yang menyebabkan pembuluh darah kontriksi dan menaikkan tekanan darah.
Tujuan latihan aerobik adalah agar kerja jantung lebih efisien. Jenis olahraga yang efektif menurunkan tekanan darah adalah olahraga aerobik dengan intensitas sedang yaitu denyut jantung 150 – 170 per menit. Intensitas sedang ini setara dengan 70 – 80 % dari denyut nadi maksimal (Heart Rate Maximal). Salah satu contohnya, jalan kaki cepat. Frekuensi latihannya 3 – 5 kali per minggu, dengan lama latihan 20 - 60 menit sekali  latihan. Latihan olahraga bisa menurunkan tekanan darah karena latihan itu dapat meningkatkan elastisitas pembuluh – pembuluh darah. Kemudian latihan olahraga ini dapat melemaskan pembuluh – pembuluh darah, sehingga tekanan darah menurun, hal ini dianalogikan dengan melebarnya pipa air akan menurunkan tekanan air. Latihanolahraga juga dapat menyebabkan aktivitas saraf, reseptor hormon, dan produksi hormon – hormon tertentu menurun. Bagi penderita hipertensi latihan olahraga tetap cukup aman. Catatan khusus untuk penderita tekanan darah tinggi berat, misalnya dengan tekanan darah sistolik lebih tinggi dari 180 mmHg dan atau tekanan darah diastolic lebih tinggi dari 110 mmHg, sebaiknya tetap menggunakan obat – obatan penurun tekanan darah dari dokter sebelum memulai program penurunan tekanan darah dengan latihan olahraga dan perlu pengawasan ketika melakukan latihan.
Orang yang tidak pernah melakukan olahraga menurut penelitian Ralph Paffenharger, Ph.D., punya risiko mendapat tekanan darah tinggi 35 % lebih besar. Hasil penelitian lain menyimpulkan orang yang tidak pernah berlatih olahraga risikonya bahkan menjadi 1,5 kalinya.
Penelitian dr. Duncan membuktikan, latihan atau olahraga seperti jalan kaki atau jogging, yang dilakukan selama 16 minggu akan mengurangi kadar hormon norepinefrin (noradrenalin) dalam tubuh, yakni zat yang dikeluarkan sistem saraf yang dapat menaikkan tekanan darah.  Berat badan yang berlebih juga merupakan faktor risiko kejadian dari tekanan darah tinggi karena orang yang kegemukan akan mengalami kekurangan oksigen dalam darah, hormon, enzim, serta cenderung kurang melakukan aktivitas fisik dan makan berlebihan. Terlalu banyak lemak dalam tubuh menyebabkan kebutuhan oksigen lebih banyak daripada orang dengan berat badan normal, sehingga jantung harus bekerja lebih keras.
Kondisi penderita hipertensi secara medis berbeda dengan orang sehat. Untuk itu, perlu olahraga yang juga dilakukan secara khusus. Latihan olahraga yang dilakukan harus sesuai dengan peresepan FITT yang bertahap dan tidak memforsir atau memaksakan kondisi tubuh. Gerakan dengan intensitas ringan dapat dilakukan perlahan sesuai kemampuan.
Olahraga mempengaruhi penurunan tekanan darah secara tidak langsung yaitu dengan cara intervensi pada tubuh dan kondisi fisik pasien.

KESIMPULAN
            Sama halnya dengan penyebab dan faktor risikonya yang multifaktorial, pengobatan hipertensijuga tidak dapat berdiri sendiri tanpa pendukung lain yakni  mulai  dari  diet yang perlu perhatian khusus diantaranya mengurangi garam,  mengurangi  makanan  tinggi lemak,konsumsi obat teratur sesuai dosis   dan yang tidak kalah penting adalah olahraga dengan resep yang tepat. Pada penderita hipertensi, faktor   tingginya tekanan darah memegangperanan penting di dalam menentukan boleh tidaknya berolahraga, takaran  dan  jenis olahraga yang tepat. Jenis olahraga yang efektif menurunkan tekanan darah adalah olahraga  aerobik  dengan  intensitas  sedang  (70-80%) dari denyut nadi maksimal (220-usia).
Sesuai prinsip peresepan FITT, penderita hipertensi sebaiknya melakukan olahraga dengan frekuensi (F) latihan 3-5 kali  seminggu, dengan  Intensitas (I) atau berat-ringannya latihan fisik 60-70% x denyut nadi maksimal (220-usia), lama  latihan (T) 20  -  60  menit  sekali  latihan serta tipe (T) olahraga seperti aerobik (jalan kaki atau jogging) atau resistensi. Hal ini akan mengurangi kadar hormon norepinefrin (noradrenalin) dalam tubuh, yaitu zat  yang  dikeluarkan  sistem  saraf  yang dapat menaikkan  tekanan  darah.

DAFTAR PUSTAKA
Hiroh A. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Hipertensi Pada Pasien Rawat

Jalan Di RSUD Kabupaten Karanganyar (Skripsi). Surakarta: Universitas Muhammadiyah

Surakarta, 2012.

Anggara FHD, Prayitno N. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Di

Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan 2013;5(1):20-25.

Muliyati H, Syam A, Sirajuddin S. Hubungan Pola Konsumsi Natrium Dan Kalium Serta Aktifitas

Fisik Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Media Gizi Masyarakat Indonesia 2011;1(1):46-51.

Moniaga V, Pangemanan DHC, Rempengan JJV. Pengaruh Senam Bugar Lansia Terhadap

Tekanan Darah Penderita Hipertensi Di BPLU Senja Cerah Paniki Bawah. Jurnal e-Biomedik (eBM) 2013;1(2):785-789.

U.S Department Of Health And Human Services, Your Guide To Lowering Blood Pressure, USA:

NIH Publication, 2003.

Hagberg JM, Park JJ, Brown MD. The Role of Exercise Training In The Treatment Of

Hypertension An Update. Adis International Limited 2000;30(3):193-206.

John E. Martin, PhD, Patricia M. Dubbert, PhD, and William C. Cushman, MD, FACP. Controlled

Trial Of Aerobik Exercise In Hypertension. Download from http://circ.ahajournals.org/, by guest on September 27, 2015.

Sharman JE, Stowasser M. Australian Association For Exercise And Sports Science Position

Statement On Exercise And Hypertension. Journal of Science and Medicine in Sport 2009;12:252-257.

Ismanto I. Hubungan Olahraga Terhadap Tekanan Darah Penderita Hipertensi Rawat Jalan Di

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta (Naskah Publikasi). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013.

Syatria A. Pengaruh Olahraga Terhadap Tekanan Darah Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro Yang Mengikuti Ekstrakurikuler Basket (Skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro, 2006.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007,

Indonesia: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008.

0 komentar:

Posting Komentar